BANYUWANGI - Tim Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya melakukan pelatihan dan bimbingan teknis pembuatan teknologi agens hayati di Desa Buluagung, Seneporejo, dan Temurejo yang terletak di Kabupaten Banyuwangi. Ketiga lokasi tersebut memiliki potensi besar sebagai desa wisata penghasil buah naga, Selasa (13/9/2022).
Komoditas buah naga yang banyak dikembangkan di ketiga desa tersebut memiliki permasalahan yaitu rendahnya produktivitas buah naga di luar masa panen. Beberapa tahun ke belakang, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menggunakan obat kimia dan metode lampu untuk menjaga kestabilan produktivitas buah naga. Namun, kedua metode tersebut dinilai terlalu mahal dan tidak bisa diterapkan oleh semua petani buah naga. Disamping itu, pupuk kimia yang digunakan ternyata belum efisien sehingga menyebabkan buah naga masih dihinggapi penyakit cacar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya (UB), yang beranggotakan Dr. Siti Asmaul Mustaniroh, STP, MP., Vindhya Tri Widayanti, STP, MP., Dr. Rer. Nat. Ir. Arief Rachmansyah, Tita Widjayanti, S.P., M.Si., dan Devi Farah Azizah, S.Sos., M.AB., menginisiasi inovasi teknologi berupa agens hayati yang dapat membantu menjaga kestabilan produktivitas buah naga di luar masa panen.
Teknologi Fermentor Produksi Agens Hayati
Dalam produksi agens hayati, media yang digunakan adalah bakteri dan jamur. Untuk media bakteri dibuat dari ekstrak kedelai memiliki kandungan protein tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri sementara media jamur dibuat dari ekstrak kentang yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur. Dari bakteri yaitu menggunakan isolat berupa Azotobacter, Azospirillum, dan P.fluorescens sementara dari jamur berupa B.bassiana dan Trichoderma.
Pelatihan dilakukan dengan proses pembelajaran di Balai Desa Temurejo dan praktek membuat teknologi produksi agens hayati. Alat ini berbasis pada teknologi fermentor yang dapat diterapkan di masing-masing desa.
Penggunaan teknologi produksi agens hayati ternyata mampu meningkatkan produktivitas buah naga dan meminimalisir kerusakan buah naga akibat cacar. Para petani juga dapat secara mandiri memproduksi agens hayati sehingga dapat menekan biaya pembelian obat dan pupuk kimia hingga mencapai lebih dari 50%. Dimana dengan 1 galon diisi 15 liter dari ekstrak kedelai/kentang sebanyak 3 kg dan gula sebanyak 300 gr (kedelai/kentang : gula = 1:10) yang kemudian bila kerapatan yang dihasilkan bagus sehingga dapat diencerkan maka pupuk cair organik yang dihasilkan ini tidak akan cepat habis.
Selain itu, dari kegiatan ini diharapkan produktivitas buah naga di luar masa panen tidak jauh berbeda/memiliki kestabilan dengan produktivitas saat musim panen buah naga. Dimana hal ini juga akan mempengaruhi harga jual buah naga yang ditawarkan menjadi lebih stabil.
Baca juga:
Mengenal Pupuk Dasar Menanam Cabai Rawit
|
Mahasiswa peserta KKNT-DM ikut berperan langsung dalam perangkaian alat fermentor hingga pembuatan media agens hayati tersebut.
Alat fermentor pembuatan agens hayati dirangkai secara berurutan dengan terdapatnya selang (in dan out) sebagai penghubung dimana mulai dari Aerator – Botol KMnO4 – Botol Glasswool – Galon – Botol lain. Aerator sebagai penggerak, galon sebagai wadah media dan isolat, botol gelap untuk wadah KMnO4, botol berisi glasswool, dan botol lain sebagai pengontrol. KMnO4 disini digunakan untuk memperoleh dan menyaring oksigen dimana fermentasi yang dilakukan disini berupa fermentasi aerob yang berarti membutuhkan O2
Selama proses pembuatan media, mahasiswa juga dibantu oleh Gapoktan setempat seperti halnya mencuci kedelai, mengupas kentang, dan perebusan. Semua proses kegiatan dalam produksi agens hayati harus dilakukan secara steril atau aseptis. Selain itu, pemilihan ruangan untuk tempat alat fermentor juga harus bersih agar terhindar dari kontaminasi. (*)